Tampilkan postingan dengan label geografi X. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label geografi X. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 April 2012

Sejarah Awal Teori Pembentukan Tata Surya (geografi X)

Sebuah teori lahir dari keingintahuan akan suatu kejadian atau keadaan. Tidak mudah untuk mempercayai sebuah teori baru, apalagi jika teori tersebut lahir ditengah kondisi masyarakat yang memiliki kepercayaan yang berbeda. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi oleh para ilmuwan di awal-awal penemuan mereka.

Hal utama yang dihadapi untuk mengerti lebih jauh lagi tentang Tata Surya adalah bagaimana Tata Surya itu terbentuk, bagaimana objek-objek didalamnya bergerak dan berinteraksi serta gaya yang bekerja mengatur semua gerakan tersebut. Jauh sebelum Masehi, berbagai penelitian, pengamatan dan perhitungan telah dilakukan untuk mengetahui semua rahasia dibalik Tata Surya.

Pengamatan pertama kali dilakukan oleh bangsa China dan Asia Tengah, khususnya dalam pengaruhnya pada navigasi dan pertanian. Dari para pengamat Yunani ditemukan bahwa selain objek-objek yang terlihat tetap di langit, tampak juga objek-objek yang mengembara dan dinamakan planet. Orang-orang Yunani saat itu menyadari bahwa Matahari, Bumi, dan Planet merupakan bagian dari sistem yang berbeda. Awalnya mereka memperkirakan Bumi dan Matahari berbentuk pipih tapi Phytagoras (572-492 BC) menyatakan semua benda langit berbentuk bola (bundar).

Sampai dengan tahun 1960, perkembangan teori pembentukan Tata Surya bisa dibagi dalam dua kelompok besar yakni masa sebelum Newton dan masa sesudah Newton.

Permulaan Perhitungan Ilmiah
Perhitungan secara ilmiah pertama kali dilakukan oleh Aristachrus dari Samos (310-230 BC). Ia mencoba menghitung sudut Bulan-Bumi-Matahari dan mencari perbandingan jarak dari Bumi-Matahari, dan Bumi-Bulan. Aristachrus juga merupakan orang pertama yang menyimpulkan Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk lingkaran yang menjadi titik awal teori Heliosentrik. Jadi bisa kita lihat kalau teori heliosentrik bukan teori yang baru muncul di masa Copernicus. Namun jauh sebelum itu, Aristrachrus sudah meletakkan dasar bagi teori heliosentris tersebut.

Pada era Alexandria, Eratoshenes (276-195BC) dari Yunani berhasil menemukan cara mengukur besar Bumi, dengan mengukur panjang bayangan dari kolom Alexandria dan Syene. Ia menyimpulkan, perbedaan lintang keduanya merupakan 1/50 dari keseluruhan revolusi. Hasil perhitungannya memberi perbedaan sebesar 13% dari hasil yang ada saat ini.

Ptolemy dan Teori Geosentrik
Ptolemy (c 150AD) menyatakan bahwa semua objek bergerak relatif terhadap bumi. Dan teori ini dipercaya selama hampir 1400 tahun. Tapi teori geosentrik mempunyai kelemahan, yaitu Matahari dan Bulan bergerak dalam jejak lingkaran mengitari Bumi, sementara planet bergerak tidak teratur dalam serangkaian simpul ke arah timur. Untuk mengatasi masalah ini, Ptolemy mengajukan dua komponen gerak. Yang pertama, gerak dalam orbit lingkaran yang seragam dengan periode satu tahun pada titik yang disebut deferent. Gerak yang kedua disebut epycycle, gerak seragam dalam lintasan lingkaran dan berpusat pada deferent.

Teori heliosentrik dan gereja
Nicolaus Copernicus (1473-1543) merupakan orang pertama yang secara terang-terangan menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat sistem Tata Surya, dan Bumi bergerak mengeliinginya dalam orbit lingkaran. Untuk masalah orbit, data yang didapat Copernicus memperlihatkan adanya indikasi penyimpangan kecepatan sudut orbit planet-planet. Namun ia mempertahankan bentuk orbit lingkaran dengan menyatakan bahwa orbitnya tidak kosentrik. Teori heliosentrik disampaikan Copernicus dalam publikasinya yang berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium kepada Paus Pope III dan diterima oleh gereja.

Tapi dikemudian hari setelah kematian Copernicus pandangan gereja berubah ketika pada akhir abad ke-16 filsuf Italy, Giordano Bruno, menyatakan semua bintang mirip dengan Matahari dan masing-masing memiliki sistem planetnya yang dihuni oleh jenis manusia yang berbeda. Pandangan inilah yang menyebabkan ia dibakar dan teori Heliosentrik dianggap berbahaya karena bertentangan dengan pandangan gereja yang menganggap manusialah yang menjadi sentral di alam semesta.

Lahirnya Hukum Kepler
Walaupun Copernicus telah menerbitkan tulisannya tentang Teori Heliosentrik, tidak semua orang setuju dengannya. Salah satunya, Tycho Brahe (1546-1601) dari Denmark yang mendukung teori matahari dan bulan mengelilingi bumi sementara planet lainnya mengelilingi matahari. Tahun 1576, Brahe membangun sebuah observatorium di pulau Hven, di laut Baltic dan melakukan penelitian disana sampai kemudian ia pindah ke Prague pada tahun 1596.

Di Prague, Brahe menghabiskan sisa hidupnya menyelesaikan tabel gerak planet dengan bantuan asistennya Johannes Kepler (1571-1630). Setelah kematian Brahe, Kepler menelaah data yang ditinggalkan Brahe dan menemukan bahwa orbit planet tidak sirkular melainkan elliptik.

Kepler kemudian mengeluarkan tiga hukum gerak orbit yang dikenal sampai saat ini yaitu ;


  1. Planet bergerak dalam orbit ellips mengelilingi matahari sebagai pusat sistem.
  2. Radius vektor menyapu luas yang sama dalam interval waktu yang sama.
  3. Kuadrat kala edar planet mengelilingi matahari sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-rata dari matahari.
Kepler menuliskan pekerjaannya dalam sejumlah buku, diantaranya adalah Epitome of The Copernican AstronomyIndex Librorum Prohibitorum yang merupakan buku terlarang bagi umat Katolik. Dalam daftar ini juga terdapat publikasi Copernicus, De Revolutionibus Orbium Coelestium. dan segera menjadi bagian dari daftar

Awal mula dipakainya teleskop
Pada tahun 1608, teleskop dibuat oleh Galileo Galilei (1562-1642), .Galileo merupakan seorang professor matematika di Pisa yang tertarik dengan mekanika khususnya tentang gerak planet. Ia salah satu yang tertarik dengan publikasi Kepler dan yakin tentang teori heliosentrik. Dengan teleskopnya, Galileo berhasil menemukan satelit-satelit Galilean di Jupiter dan menjadi orang pertama yang melihat keberadaan cincin di Saturnus.

Salah satu pengamatan penting yang meyakinkannya mengenai teori heliosentrik adalah masalah fasa Venus. Berdasarkan teori geosentrik, Ptolemy menyatakan venus berada dekat dengan titik diantara matahari dan bumi sehingga pengamat dari bumi hanya bisa melihat venus saat mengalami fasa sabit.

Tapi berdasarkan teori heliosentrik dan didukung pengamatan Galileo, semua fasa Venus bisa terlihat bahkan ditemukan juga sudut piringan venus lebih besar saat fasa sabit dibanding saat purnama. Publikasi Galileo yang memuat pemikirannya tentang teori geosentrik vs heliosentrik, Dialogue of The Two Chief World System, menyebabkan dirinya dijadikan tahanan rumah dan dianggap sebagai penentang oleh gereja.

Dasar yang diletakkan Newton
Di tahun kematian Galileo, Izaac Newton (1642-1727) dilahirkan. Bisa dikatakan Newton memberi dasar bagi pekerjaannya dan orang-orang sebelum dirinya terutama mengenai asal mula Tata Surya. Ia menyusun Hukum Gerak Newton dan kontribusi terbesarnya bagi Astronomi adalah Hukum Gravitasi yang membuktikan bahwa gaya antara dua benda sebanding dengan massa masing-masing objek dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda. Hukum Gravitasi Newton memberi penjelasan fisis bagi Hukum Kepler yang ditemukan sebelumnya berdasarkan hasil pengamatan. Hasil pekerjaannya dipublikasikan dalam Principia yang ia tulis selama 15 tahun.

Teori Newton menjadi dasar bagi berbagai teori pembentukan Tata Surya yang lahir kemudian, sampai dengan tahun 1960 termasuk didalamnya teori monistik dan teori dualistik. Teori monistik menyatakan bahwa matahari dan planet berasal dari materi yang sama. Sedangkan teori dualistik menyatakan matahari dan bumi berasal dari sumber materi yang berbeda dan terbetuk pada waktu yang berbeda.

Teori Pembentukan Tata Surya Sesudah Newton
Kemunculan Newton dengan teori gravitasinya menjadi dasar yang kuat dalam menciptakan teori ilmiah pembentukan Tata Surya. Dalam artikel ini akan dibahas teori pembentukan Tata Surya yang lahir sesudah era Newton sampai akhir abad ke-19. Perkembangan teori pembentukan Tata Surya sampai dengan tahun 1960 terbagi dalam dua kelompok pemikiran yakni teori monistik yang menyatakan bahwa matahari dan planet berasal dari materi yang sama. Dan yang kedua teori dualistik menyatakan matahari dan bumi berasal dari sumber materi yang berbeda dan terbetuk pada waktu yang berbeda.

Teori Komet Buffon
Tahun 1745, George comte de Buffon (1701-1788) dari Perancis mempostulatkan teori dualistik dan katastrofi yang menyatakan bahwa tabrakan komet dengan permukaan matahari menyebabkan materi matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak yang berbeda. Kelemahannya Buffon tidak bisa menjelaskan asal komet. Ia hanya mengasumsikan bahwa komet jauh lebih masif dari kenyataannya.

Teori Nebula Laplace
Ada beberapa teori yang menginspirasi terbentuknya teori Laplace, dimulai dari filsuf Perancis, Renè Descartes (1596-1650) yang percaya bahwa angkasa terisi oleh “fluida alam semesta” dan planet terbentuk dalam pusaran air. Sayangnya teori ini tidak didukung dasar ilmiah.

Seratus tahun kemudian Immanuel Kant (1724-1804) menunjukkan adanya awan gas yang berkontraksi dibawah pengaruh gravitasi sehingga awan tersebut menjadi pipih. Ide ini didasarkan dari teori pusaran Descartes tapi fluidanya berubah menjadi gas. Setelah adanya teleskop, William Herschel (1738-1822) mengamati adanya nebula yang ia asumsikan sebagai kumpulan bintang yang gagal. Tahun 1791, ia melihat bintang tunggal yang dikelilingi halo yang terang. Hal inilah yang memberinya kesimplan bahwa bintang terbentuk dari nebula dan halo merupakan sisa nebula.

Dari teori-teori ini Pierre Laplace (1749-1827) menyatakan adanya awan gas dan debu yang berputar pelan dan mengalami keruntuhan akibat gravitasi. Pada saat keruntuhan, momentum sudut dipertahankan melalui putaran yang dipercepat sehingga terjadi pemipihan. Selama kontraksi ada materi yang tertinggal kedalam bentuk piringan sementara pusat massa terus berkontraksi. Materi yang terlepas kedalam piringan akan membentuk sejumlah cincin dan materi di dalam cincin akan mengelompok akibat adanya gravitasi. Kondensasi juga terjadi di setiap cincin yang menyebabkan terbentuknya sistem planet. Materi di dalam awan yang runtuh dan memiliki massa dominan akan membentuk matahari.

Namun menurut Clerk Maxwell (1831-1879) letak permasalahan teori ini cincin hanya bisa stabil jika terdiri dari partikel-partikel padat bukannya gas. Menurut Maxwell cincin tidak bisa berkondensasi menjadi planet karena gaya inersianya akan memisahkan bagian dalam dan luar cincin. Seandainya proses pemisahan bisa terlewati, massa cincin masih jauh lebih masif dibanding massa planet yang terbentuk.

Permasalahan lain muncul dari distribusi momentum sudut dimana tidak ada mekanisme tertentu yang bisa menjelaskan bahwa keberadaan materi dalam jumlah kecil, yang membentuk planet, bisa memiliki semua momentum sudutnya. Seharusnya sebagian besar momentum sudut berada di pusat objek. Jika momentum sudut intrinsik dari materi luar bisa membentuk planet, maka kondensasi pusat tidak mungkin runtuh untuk membentuk bintang,

Penyempurnaan Teori Laplace
Tahun 1854, Edouard Roche (1820-1883) mengatakan bahwa awan yang diajukan Laplace dalam teorinya bisa memiliki kondensasi pusat yang tinggi sehingga sebagian besar massa berada dekat spin axis dan memiliki kaitan yang kecil dengan momentum angular. Tahun 1873, Roche menyempurnakan teori Laplace dengan analisis “Matahari ditambah atmosfer”, yang memiliki kondensasi pusat yang tinggi. Model ini berada diluar rentang planet dan mengalami keruntuhan saat mendingin. Dalam model ini atmosfer berkorotasi terhadap matahari. Saat sistem mengalami keruntuhan kecepatan sudut bertambah untuk mempertahankan momentum sudut sementara jarak mengecil. Jika jarak mengecil lebih cepat dari radius efektif atmosfer, maka semua atmosfer diluar jarak akan membentuk cincin.

Keberatan dari James Jeans (1877-1946). Ia menunjukkan dengan distribusi nebula yang diberikan oleh Roche, materi luar akan menjadi renggang sehingga tidak dapat melawan gaya pasang surut terhadap pusat massanya dan kondensasi tidak akan terjadi. Jeans juga mennunjukkan bahwa untuk materi di dalam cincin yang mengalir dari nebula yang runtuh menuju kondensasi membutuhkan kerapatan yang lebih besar dari kerapatan sistem. Hal ini akan menghasilkan massa atmosfer dengan magnitudo mendekati magnitudo di pusat massa, sehingga bisa menyelesaikan permasalahan momentum sudut.

Teori Pembentukan Tata Surya Awal Abad ke-20
Perkembangan teori pementukan Tata Surya pada dekade terakhir abad ke-19 dan dekade pertama abad ke-20, didominasi oleh 2 orang Amerika yakni Thomas Chamberlin (1843-1928) dan Forest Moulton (1872-1952). Dalam membangun teorinya, mereka melakukan komunikasi secara konstan, bertukar pemikiran dan menguji ide-ide yang muncul, namun publikasi atas karya besar mereka dilakukan secara terpisah.

Pada tahun 1890-an, Chamberlin menawarkan solusi untuk teori nebula Laplace. Ia menawarkan adanya satu akumulasi yang membentuk planet atau inti planet (objek kecil terkondensasi diluar materi nebula) yang kemudian dikenal sebagai planetesimal. Menurut Chamberlin, planetesimal akan bergabung membentuk proto planet. Namun karena adanya perbedaan kecepatan partikel dalam dan partikel luar, dimana partikel dalam bergerak lebih cepat dari partikel luar, maka objek yang terbentuk akan memiliki spin retrograde.

Walaupun ide planetesimal ini cukup baik, sejak tahun 1900 Chamberlin dan Moulton mengembangkan teori alternatif untuk pembentukan planet. Keduanya mengembangkan teori tentang materi yang terlontar dari bintang membentuk nebula spiral. Nebula spiral ini tidak diketahui asalnya dan berhasil dipotret oleh para pengamat. Menurut mereka, materi yang terlontar ini bisa membentuk planet yang akan mengitari bintang induknya. Tapi ide ini kemudian mereka tolak karena orbit yang mereka dapatkan terlalu eksentrik/lonjong.

Chamberlin kemudian membangun teori baru yang melibatkan erupsi matahari. Ia memberikan kemungkinan bahwa spiral nebula merupakan hasil interaksi pemisahan dari bintang yang berada dalam proses erupsi dengan bintang lainnya. Teori ini membutuhkan matahari yang aktif dengan prominensa yang masif. Namun sayangnya gaya pasang surut bintang yang berinteraksi dengan matahari hanya mampu menahan materi prominensa di luar matahari tapi tidak mampu memindahkan materi dari matahari. Untuk itu dibutuhkan jarak matahari-bintang lebih besar dari limit Roche untuk matahari dan massa masif yang lebih besar dari massa matahari untuk bintang lainnya.

Teori Pasang Surut Jeans
Astronomi Inggris, James Jeans (1877-1946) mengemukakan Tata Surya merupakan hasil interaksi antara bintang lain dan matahari. Perbedaan ide yang ia munculkan dengan ide Chamberlin – Moulton terletak pada absennya prominensa. Menurut Jeans dalam interaksi antara matahari dengan bintang lain yang melewatinya, pasang surut yang ditimbulkan pada matahari sangat besar sehingga ada materi yang terlepas dalam bentuk filamen. Filamen ini tidak stabil dan pecah menjadi gumpalan-gimpalan yang kemudian membentuk proto planet. Akibat pengaruh gravitasi dari bintang proto planet memiliki momentum sudut yang cukup untuk masuk kedalam orbit disekitar matahari. Pada akhirnya efek pasang surut matahari pada proto planet saat pertama kali melewati perihelion memberikan kemungkinan bagi proses pembentukan planet untuk membentuk satelit.

Pada model ini tampaknya spin matahari yang lambat dikesampingkan karena dianggap matahari telah terlebih dahulu terbentuk sebelum proses pembentukan planet. Selain itu tanpa adanya prominensa maka kemiringan axis solar spin dan bidang orbit matahari-bintang tidak akan bisa dijelaskan.

Tahun 1919, Jeans memperbaharui teorinya. Ia menyatakan bahwa saat pertemuan kedua bintang terjadi, radius matahari sama dengan orbit Neptunus. Pengubahan ini memperlihatkan kemudahan untuk melontarkan materi pada jarak yang dikehendaki. Materinya juga cukup dingin, dengan temperatur 20 K dan massa sekitar ½ massa jupiter. Harold Jeffreys (1891-1989) yang sebelumnya mengkritik teori Chamberlin-Moulton juga memberikan beberapa keberatan atas teori Jeans. Keberatan pertamanya mengenai keberadaan bintang masif yang jarang sehingga kemungkinan adanya bintang yang berpapasan dengan matahari pada jarak yang diharapkan sangatlah kecil.

Tahun 1939, keberatan lain datang dari Lyman Spitzer (1914-1997). Menurutnya jika matahari sudah berada dalam kondisi sekarang saat materinya membentuk Jupiter maka diperlukan materi pembentuk yang berasal dari kedalaman dimana kerapatannya sama dengan kerapatan rata-rata matahari dan temperatur sekitar 106 K. Tapi jika harga temperatur ini dipakai dalam persamaan untuk massa kritis jeans, maka massa minimum Jupiter menjadi 100 kali massa Jupiter saat ini.

Sejarah Geografi dan Tokoh Geografi (geografi X)



Pemahaman tentang bumi dimiliki manusia sejak ada di muka bumi ini.
Sejak lahir manusia memerlukan berbagai unsur yang ada di bumi. Unsur
tersebut seperti udara yang bersih, makanan, pakaian, dan permukiman.
Timbulnya tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan hidup yang
tidak diperoleh dari lingkungan tempat tinggalnya dan adanya hasrat
keingintahuan tentang benda serta gejala yang ada di permukaan bumi.
Mendorong setiap manusia untuk mengadakan perjalanan ke daerah di
luar tempat tinggalnya.
Berkembangnya sistem pengetahuan turut mendorong manusia untuk
mengenal alam dan lingkungannya lebih jauh. Misalnya, perdagangan
antardaerah telah mendorong manusia untuk mengenal daerah di luar
wilayahnya. Dari hasil kunjungan tersebut, mereka dapat mengenal kondisi
alam, penduduk, dan kondisi lainnya. Berbagai hasil perjalanannya tersebut
kemudian disampaikan kepada orang lain sehingga orang lain tertarik untuk
mengunjunginya. Berawal dari perjalanan inilah munculnya ilmu geografi.
Orang yang kali pertama menggali pengertian tentang geografi
berkebangsaan Yunani. Perkembangannya diawali upaya melepaskan diri
dari alam pikiran dan kepercayaan. Kemudian dipengaruhi kepercayaan
bahwa dewa-dewa turut campur dalam segala bentuk kejadian di
bumi.
Dalam masa perkembangan kajian geografi terjadilah Abad
kegelapan (The Dark Ages). Sebagai awal tenggelamnya kebudayaan
dan pengetahuan yang dimiliki bangsa Yunani dan Romawi. Sejalan
dengan Abad Kegelapan di Eropa, muncullah kebudayaan Islam sehingga
geografi mendapatkan perhatian penting. Geografi banyak digunakan
bagi kepentingan perdagangan dan penyebaran agama Islam.
Ilmu pengetahuan di Eropa sempat tidak berkembang pada abad
kegelapan. Akhirnya berkembang kembali setelah berakhirnya Perang
Salib dan kemunculan zaman Renaissance di Eropa. Pada abad XV sampai
sekarang, geografi banyak mengemukakan tentang kajian alam dan
berbagai aspek kehidupan di permukaan bumi.
Sejak kelahirannya sebagai suatu disiplin ilmu, banyak tokoh yang
memberikan batasan mengenai kajian geografi. Para tokoh tersebut di
antaranya sebagai berikut.

1. Erathosthenes
Erathosthenes ialah orang pertama yang paling berjasa memperkenalkan
istilah geografi. Berasal dari kata Geographika artinya Writing about
Earth or Description of The Earth.
Erathosthenes membuktikan bahwa bumi itu berbentuk bola.
Hal ini dibuktikan melalui pengukuran pada saat matahari berada di
Belahan Bumi Utara tepatnya di Kota Aswan (Seyne) dengan membuat
sumur sehingga sinar matahari tepat tegak lurus di atas sumur tersebut.
Pembuktian ini dilanjutkan dengan membandingkan sudut datang sinar
matahari di Kota Iskandariah sehingga diperoleh hasil bahwa keliling
bumi berjarak 252.000 stadia (1 stadia = 157 meter). Hasil dari pengukuran
tersebut sama dengan keliling bumi yang sebenarnya.

2. Crates
Crates ialah orang yang mengembangkan hasil pengukuran
Erathosthenes menjadi sebuah globe pertama dalam bentuk yang se derhana. Crates membuat tiga benua tambahan sebagai penye imbang globe
yang dibuatnya. Pandangan Crates melahirkan konsep Antipoda atau
benua selatan yang besar dan dikenal dengan nama Terra Australis.

3. Claudius Ptoleumaeus
Claudius Ptoleumaeus dianggap sebagai peletak dasar geografi yang
pertama. Dalam bukunya yang berjudul Geographike Unphegesis, Ptolemaeus
memberikan batasan geografi. Geografi adalah suatu penyajian dengan
menggunakan peta yang menunjukkan kenampakan umum di muka bumi.

4. Bernhardus Varenius
Bernhardus Varenius mengemukakan pendapat bahwa dalam geografi
terdapat dualisme. Pada satu pihak geografi mempelajari proses dan
fenomena yang bersifat alamiah. Selain itu di lain pihak kajian dari disiplin
ilmu geografi mempelajari fenomena sosial dan budaya yang terjadi dan
berkembang dalam masyarakat.

Atas dasar inilah Varenius membagi geografi menjadi dua bagian, yaitu
sebagai berikut.

a. Geografi Generalis, yang mencakup tiga bagian sebagai berikut.
1) Teresterial, yaitu pengetahuan bumi sebagai keseluruhan bentuk
dan ukurannya.
2) Falakiah, yaitu membicarakan relasi bumi dengan planet dan
bintang-bintang di jagat raya.
3) Komparatif, yaitu menyajikan deskripsi mengenai bumi secara
keseluruhan.
b. Geografi Sosialis, dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Aspek langit, yaitu secara khusus membicarakan keadaan
iklim.
2) Aspek permukaan bumi, yaitu menyajikan relief, flora dan
fauna di berbagai negara.
3) Aspek manusia, yaitu membicarakan berbagai penduduk,
perdagangan, dan pemerintahan di berbagai negara.

5. Immanuel Kant
Immanuel Kant dianggap sebagai peletak dasar geografi modern dan
pengembang paham fisis determinis. Beliau menganggap geografi sebagai
suatu disiplin ilmiah.
Menurut Kant, ilmu pengetahuan dapat dipandang dari tiga sudut
yang berbeda, yaitu sebagai berikut.
a. Ilmu pengetahuan yang menggolong-golongkan fakta berdasarkan
jenis objek yang mempelajarinya disebut ilmu pengetahuan sistematik.
Misalnya, Botani, Geologi, dan Sosiologi.
b. Ilmu pengetahuan yang memandang gabungan antarfakta sepanjang
masa. Ilmu pengetahuan yang mempelajarinya adalah Sejarah.
c. Ilmu pengetahuan yang memandang fakta-fakta yang berkenaan dengan
ruang. Ilmu pengetahuan yang mempelajarinya adalah Geografi.

6. Alexander von Humbolt
Alexander von Humbolt memberikan batas-batas di antara ilmu pengetahuan
dan membaginya ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut.
a. Physiography, ilmu yang sistematik.
b. Naturchicte, penekanannya terhadap semua hal yang berhubungan
dengan waktu.
c. Geognesie oder weltbeschreibung, uraian tentang bumi atau dunia
yang membahas mengenai persebaran pola keruangan.
Berdasarkan tulisannya mengenai kajian geografi, Humbolt dikenal
sebagai peletak dasar geografi fisika modern.

7. Karl Ritter
Karl Ritter berpendapat bahwa alam menjadi faktor utama. Faktor
alam menentukan gejala kemanusiaan (fisis determinis). Ritter dikenal
sebagai peletak dasar geografi sosial.
Pada awalnya banyak ahli geografi yang menganut paham fisis
determinis. Semenjak abad XIX banyak ahli geografi yang berupaya
meninggalkan faham fisis determinis. Terutama paham yang dikembangkan
Paul Vidal de la Blace yang dikenal pelopor aliran Prancis,
yaitu possibilisme.
Menurut aliran possibilisme alam hanya menawarkan beberapa
kemungkinan terhadap manusia dan manusia sendiri yang memilih
kemungkinan-kemungkinan tersebut. Manusia memiliki akal dan
pikiran untuk memperbaiki kehidupannya melalui kemungkinan yang
ditawarkan alam

Definisi Geografi (geografi X)



Beberapa definisi geografi telah banyak dikemukakan para ahli, tetapi
semuanya bergantung pada latar belakang pengetahuan pembuat definisi
tersebut. Beberapa definisi yang dikemukakan para ahli antara lain sebagai
berikut.

a. Karl Ritter
Geografi adalah studi tentang daerah-daerah yang berbeda-beda di
permukaan bumi (differential area) dalam keragamannya.
b. Finch C. Vernor
Geografi adalah studi yang menjelaskan, menerangkan suatu daerah
di permukaan bumi disertai dengan analisisnya. Tidak hanya menyoroti
fenomena tertentu saja, melainkan memerhatikan perubahan-perubahan
dan dinamika yang berlangsung di atasnya.
c. Elsworth Huntington
Geografi adalah studi tentang alam dan persebarannya melalui relasi
antara lingkungan dan aktivitas (kualitas manusia).
d. R. Bintarto
Geografi adalah studi yang mempelajari hubungan kausal gejala-gejala
di permukaan bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di permukaan
bumi. Kajian secara fisik maupun yang mencakup makhluk hidup beserta
permasalahannya. Kajian dilakukan melalui pendekatan keruangan,
ekologi, regional untuk kepentingan, proses, dan keberhasilan program.
e. Ikatan Geografi Indonesia (IGI)
Geografi adalah studi pengetahuan yang mempelajari persamaan dan
perbedaan geosfer melalui pendekatan kelingkungan dan kewilayahan
dalam konteks keruangan.
Daldjoeni mengemukakan bahwa yang menjadi pokok telaah disiplin
ilmu geografi adalah sebagai berikut.

Ruang Lingkup, Konsep, Pendekatan, Prinsip, dan Aspek Geografi 5
1) Ukuran, bentuk, dan aneka gerakan bumi.
2) Persebaran serta posisi massa daratan dan wujud perairan.
3) Batuan, struktur, dan berbagai relief permukaan bumi.
4) Air yang terdapat di berbagai samudra, lautan, serta seluk-beluk
gerakannya.
5) Pola persebaran dunia tumbuhan dan hewan.

Fokus
Geosfer
Litosfer
Atmosfer
Hidrosfer
Biosfer
Antroposfer

6) Atmosfer dengan gejala-gejala di dalamnya, mengenai kajian cuaca
serta pola-pola iklim yang terdapat di permukaan bumi.
7) Ras-ras umat manusia dan persebarannya yang berdasarkan unit
lingkup kenegaraan.
8) Aneka bentuk kegiatan manusia dalam upaya mengembangkan
dan menegakkan sistem perekonomian
9) Beraneka ciri dan jenis permukiman manusia.
10) Ciri-ciri sosial dan budaya masyarakat.
11) Pengaturan umat manusia secara politis dan relasi antarmanusia.
Dari keberagaman pengertian mengenai geografi yang dikemukakan
para ahli, dapat disimpulkan bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan
dengan objek utamanya adalah bumi beserta segala isinya.
Kajiannya termasuk segala peristiwa, gejala, atau fenomena yang
timbul sebagai akibat dari adanya hubungan interaksi yang terjadi
antara berbagai unsur fisik maupun sosial ditinjau dari sudut pandang
keruangan, kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.
Berdasarkan pengertian tersebut, geografi merupakan ilmu yang
ruang lingkup serta kajiannya sangat luas dan kompleks. Kajian Geografi
bertujuan untuk memahami hal-hal sebagai berikut.
1) Penyebaran fenomena di atas permukaan bumi.
2) Hubungan antarfenomena di suatu tempat.
3) Hubungan suatu fenomena dengan fenomena di tempat lain.
4) Efek suatu fenomena terhadap fenomena lain.
5) Variasi suatu fenomena dari satu tempat ke tempat lain.
6) Mengapa suatu fenomena terdapat di suatu tempat sedangkan
di tempat lain tidak terdapat keberadaanya.
7) Difusi keruangan dan fenomena.
8) Lokasi dan lokalisasi dari suatu fenomena.
9) Akibat dari suatu tindakan pada suatu tempat terhadap fenomena atau tindakan guna meningkat kesejahteraan manusia dan pembangunan.