1) Sifat ridha adalah sifat makrifah dan mahabbah kepada Allah s.w.t.
2) Pengertian ridha ialah menerima dengan senang segala apa yang
diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa peraturan ( hukum ) atau pun
qada’ atau sesuatu ketentuan dari Allah s.w.t.
3) Ridha terhadap Allah s.w.t terbagi menjadi dua :
* Ridha menerima peraturan ( hukum ) Allah s.w.t. yang dibebankan kepada manusia.
* Ridha menerima ketentuan Allah s.w.t. tentang nasib yang mengenai diri.
Ridha Menerima hukum Allah s.w.t. :
Ridha menerima hukum-hukum Allah s.w.t. adalah merupakan
manifestasi dari kesempurnaan iman, kemuliaan taqwa dan kepatuhan
kepada Allah s.w.t. karena menerima peraturan-peraturan itu dengan
segala senang hati dan tidak merasa terpaksa atau dipaksa.
Merasa tunduk dan patuh dengan segala kelapangan dada bahkan
dengan gembira dan senang menerima syari’at yang digariskan oleh Allah
s.w.t. dan Rasulnya adalah memancar dari mahabbah karena cinta kepada
Allah s.w.t. dan inilah tanda keimanan yang murni serta tulus ikhlas
kepadaNya.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud :
” Tetapi tidak !
Demi Tuhanmu, mereka tidak dipandang beriman hingga mereka menjadikanmu
( Muhammad ) hakim dalam apa yang mereka perselisihkan di antara
mereka, kemudian mereka tidak merasa sempit dalam hati mereka tentang
apa yang engkau putuskan serta mereka menyerah dengan bersungguh –
sungguh “. ( Surah An-Nisaa’ : Ayat 65 )
Dan firman Allah s.w.t yang bermaksud :
” Dan alangkah
baiknya jika mereka ridha dengan apa yang Allah dan Rasulnya berikan
kepada mereka sambil mereka berkata : ‘ Cukuplah Allah bagi kami , Ia
dan Rasulnya akan berikan pada kami karunianya ,Sesungguhnya pada Allah
kami menuju “.
( Surah At Taubah : Ayat 59 )
Pada dasarnya segala perintah-perintah Allah s.w.t. baik yang
wajib atau pun yang Sunnah ,hendaklah dikerjakan dengan senang hati dan
ridha. Demikian juga dengan larangan-larangan Allah s.w.t. hendaklah
dijauhi dengan lapang dada .
Itulah sifat ridha dengan hukum-hukum Allah s.w.t. Ridha itu
bertentangan dengan sifat dan sikap orang-orang munafik atau kafir yang
benci dan sempit dadanya menerima hukum-hukum Allah s.w.t.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud :
” Yang demikian itu
karena sesungguhnya mereka ( yang munafik ) berkata kepada orang-orang
yang dibenci terhadap apa-apa yang diturunkan oleh Allah s.w.t. ‘Kami
akan tuntut kamu dalam sebagian urusan kamu, Tetapi Allah mengetahui
apa yang tidak mereka ketahui ”. ( Surah Muhammad : Ayat 26 )
Andaikata mereka ikut beribadah, bersedekah atau mengerjakan
sembahyang maka ibadah itu mereka melakukannya dengan tidak ridha dan
bersifat pura-pura. Demikianlah gambaran perbandingan antara hati yang
penuh ridha dan yang tidak ridha menerima hukum Allah s.w.t. , yang
mana hati yang ridha itu adalah buah daripada kemurnian iman dan yang
tidak ridha itu adalah gejala nifaq.
Redha Dengan Qada’ :
Ridha dengan qada’ yaitu merasa menerima ketentuan nasib yang
telah ditentukan Allah s.w.t baik berupa nikmat atau pun berupa musibah
( malapetaka ). Di dalam hadisth diungkapkan bahwa di antara orang yang
pertama memasuki syurga ialah mereka yang suka memuji Allah s.w.t.
yaitu mereka memuji Allah ( bertahmid ) baik dalam keadaan yang susah
atau pun dalam keadaan senang.
Diberitakan Rasulullah s.a.w. apabila memperoleh kegembiraan, Baginda berkata :
” Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya menjadi sempurnalah kebaikan “.
Dan apabila kedatangan perkara yang tidak menyenangkan , Baginda mengucapkan :
” Segala puji bagi Allah atas segala perkara “.
Perintah ridha menerima ketentuan nasib daripada Allah s.w.t. dijelaskan di dalam hadisth Baginda yang lain yang bermaksud :
” Dan jika sesuatu kesusahan mengenaimu janganlah engkau berkata :
jika aku telah berbuat begini dan begitu, begini dan begitulah jadinya.
Melainkan hendaklah kamu katakan : Allah telah mentaqdirkan dan apa
yang ia suka , ia perbuat ! ” Karena sesungguhnya perkataan :
andaikata… itu memberi peluang pada syaitan ” . (Riwayat Muslim)
Sikap ridha dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t.
Ketika mendapat kesenangan atau sesuatu yang tidak menyenangkan
bersandar kepada dua pengertian :
Pertama : Bertitik tolak dari pengertian bahwa sesungguhnya Allah
s.w.t. memastikan terjadinya hal itu sebagai yang layak bagi Dirinya
karena bagi Dialah sebaik-baik Pencipta. Dialah Yang Maha Bijaksana
atas segala sesuatu.
Kedua : Bersandar kepada pengertian bahawa ketentuan dan pilihan
Allah s.w.t. itulah yang paling baik , dibandingkan dengan pilihan dan
kehendak peribadi yang berkaitan dengan diri sendiri.
Sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud :
” Demi Allah
yang jiwaku ditangan-Nya !Tidaklah Allah memutuskan sesuatu ketentuan
bagi seorang mukmin melainkan mengandung kebaikan baginya. Dan tiadalah
kebaikan itu kecuali bagi mukmin. Jika ia memperoleh kegembiraan dia
berterima kasih berarti kebaikan baginya , dan jika ia ditimpa
kesulitan dia bersabar berarti kebaikan pula baginya “.
( Riwayat Muslim )
Rabu, 04 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar